Oleh: Syahruddin El-Fikri/Dia
Sedikitnya, ada
tujuh macam bacaan yang berkembang di dunia Islam dalam membacakan
ayat-ayat Alquran sesuai dengan dialek umat di suatu daerah.
Istilah qiraat yang biasa digunakan adalah cara pengucapan tiap kata dari ayat-ayat Alquran melalui jalur penuturan tertentu.
Jalur
penuturan itu meskipun berbeda-beda karena mengikuti aliran (mazhab)
para imam qiraat, tetapi semuanya mengacu kepada bacaan yang disandarkan
oleh Rasulullah SAW.
Perbedaan qiraat ini berkisar pada lajnah (dialek), tafkhim (penyahduan bacaan), tarqiq (pelembutan), imla (pengejaan), madd (panjang nada), qasr (pendek nada), tasydid (penebalan nada), dan takhfif (penipisan nada).
Contoh
perbedaan qiraat yang paling sering kita jumpai adalah imaalah. Pada
beberapa lafal Alquran, sebagian orang Arab mengucapkan vocal 'e'
sebagai ganti dari 'a'. Misalnya, ucapan 'wadl-dluhee wallaili idza sajee. Maa wadda'aka rabuka wa maa qolee'.
Kendati
masing-masing imam punya beberapa lafal bacaan yang berbeda, dalam
mushaf yang kita pakai sehari-hari tidak terdapat tanda perbedaan bacaan
itu.
Perbedaan lafal bacaan ini hanya bisa kita temui dalam
kitab-kitab tafsir yang klasik. Biasanya, dalam kitab-kitab klasik
tersebut, akan ditemukan penjelasan tentang perbedaan para imam dalam
membaca masing-masing lafal itu.
Menurut berbagai literatur
sejarah, perbedaan dalam melafalkan ayat-ayat Alquran ini mulai terjadi
pada masa Khalifah Usman bin Affan. Ketika itu, Usman mengirimkan mushaf
ke pelosok negeri yang dikuasai Islam dengan menyertakan orang yang
sesuai qiraatnya dengan mushaf-mushaf tersebut.
Qiraat ini
berbeda satu dengan lainnya karena mereka mengambilnya dari sahabat yang
berbeda pula. Perbedaan ini berlanjut pada tingkat tabiin di setiap
daerah penyebaran. Demikian seterusnya sampai munculnya imam qurra'.
Posting Komentar