NFO UMAT - Bismillahirrahmaanirrahiim,
Judul pil yang dimaksud di atas bukan obat melainkan, lebih menyembuhkan atau sekaligus lebih meracuni dari pada obat, yaitu pemilihan pejabat.
Yup, pesta demokrasi di Negara ini seakan-akan tidak pernah berhenti. Dikarenakan banyaknya pemilihan dari tingkat Kades, Lurah, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur, dan yang paling dinanti-nanti Pilpres (pemilihan Presiden).
Dan cerita pun berulang, janji-janji kembali dihadirkan lewat selebaran, poster, spanduk, baligo. Juga harapan-harapan kembali digantungkan oleh masyarakat-masyarakat yang menantikan kesejahteraan yang konkret. Bukan hanya yang tercetak di majalah, Koran-koran dan yang disiarkan di televisi.
Blusukan–kukurusukan, terjun kelapangan kembali dilakukan oleh para pejabat dan calon pejabat entah memang tulus atau sekedar pencitraan. Dan cerita-cerita lainnya seperti “serangan fajar”, rejeki tukang kaos, kumpul di pesta dangdut, sampai konvoi lima puluh ribuan, coblos ganti paket sembako dan sebagainya, dan sebagainya.
Di balik itu semua ada baiknya para calon pemimpin membaca buku At Tibr Al Masbuk fin Nasha’ih Al Muluk (mutiara dalam nasihat-nasihat untuk para penguasa), yang ditulis oleh Abu Hamid al Ghazali.
Isinya berupa nasihat dan rambu untuk para pemimpin agar tidak melampaui batas. Setelah membahas keimanan dan ketaatan, Al Ghazali baru memberikan 10 nasihat lebih spesifik kepada para pemimpin. Kesepuluh nasihat itu didasari oleh berbagai dalil dalam Alquran dan hadis, juga atas para sahabat.
Pertama, pemimpin harus mengetahui kedudukan dan pentingnya kekuasaan. Sesungguhnya kekuasaan adalah sebagian nikmat dari Allah. Siapa saja yang menjalankan kekuasaan dengan benar, ia akan memperoleh kebahagiaan. Siapa yang lalai dan tidak menegakkan kekuasaan dengan benar, ia akan mendapat siksa karena kufur kepada Allah.
"Satu hari keadilan seorang pemimpin lebih baik daripada ibadah selama enam puluh tahun, dan jika seorang pemimpin menegakkan hukum dengan adil itu lebih utama dari pada nikmat turunnya hujan selama empat puluh hari." (HR. Thabrani)
Kedua, senantiasa merindukan petuah ulama dan gemar mendengarkan nasihat mereka. Hati-hati dengan ulama yang menyukai dunia. Mereka akan memperdayaimu, mencari kerelaanmu untuk mendapatkan apa-apa yang ada di tanganmu. Orang yang berilmu adalah orang yang tidak menginginkan hartamu, dan orang yang senantiasa memberimu wejangan serta petuah.
Judul pil yang dimaksud di atas bukan obat melainkan, lebih menyembuhkan atau sekaligus lebih meracuni dari pada obat, yaitu pemilihan pejabat.
Yup, pesta demokrasi di Negara ini seakan-akan tidak pernah berhenti. Dikarenakan banyaknya pemilihan dari tingkat Kades, Lurah, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur, dan yang paling dinanti-nanti Pilpres (pemilihan Presiden).
Dan cerita pun berulang, janji-janji kembali dihadirkan lewat selebaran, poster, spanduk, baligo. Juga harapan-harapan kembali digantungkan oleh masyarakat-masyarakat yang menantikan kesejahteraan yang konkret. Bukan hanya yang tercetak di majalah, Koran-koran dan yang disiarkan di televisi.
Blusukan–kukurusukan, terjun kelapangan kembali dilakukan oleh para pejabat dan calon pejabat entah memang tulus atau sekedar pencitraan. Dan cerita-cerita lainnya seperti “serangan fajar”, rejeki tukang kaos, kumpul di pesta dangdut, sampai konvoi lima puluh ribuan, coblos ganti paket sembako dan sebagainya, dan sebagainya.
Di balik itu semua ada baiknya para calon pemimpin membaca buku At Tibr Al Masbuk fin Nasha’ih Al Muluk (mutiara dalam nasihat-nasihat untuk para penguasa), yang ditulis oleh Abu Hamid al Ghazali.
Isinya berupa nasihat dan rambu untuk para pemimpin agar tidak melampaui batas. Setelah membahas keimanan dan ketaatan, Al Ghazali baru memberikan 10 nasihat lebih spesifik kepada para pemimpin. Kesepuluh nasihat itu didasari oleh berbagai dalil dalam Alquran dan hadis, juga atas para sahabat.
Pertama, pemimpin harus mengetahui kedudukan dan pentingnya kekuasaan. Sesungguhnya kekuasaan adalah sebagian nikmat dari Allah. Siapa saja yang menjalankan kekuasaan dengan benar, ia akan memperoleh kebahagiaan. Siapa yang lalai dan tidak menegakkan kekuasaan dengan benar, ia akan mendapat siksa karena kufur kepada Allah.
"Satu hari keadilan seorang pemimpin lebih baik daripada ibadah selama enam puluh tahun, dan jika seorang pemimpin menegakkan hukum dengan adil itu lebih utama dari pada nikmat turunnya hujan selama empat puluh hari." (HR. Thabrani)
Kedua, senantiasa merindukan petuah ulama dan gemar mendengarkan nasihat mereka. Hati-hati dengan ulama yang menyukai dunia. Mereka akan memperdayaimu, mencari kerelaanmu untuk mendapatkan apa-apa yang ada di tanganmu. Orang yang berilmu adalah orang yang tidak menginginkan hartamu, dan orang yang senantiasa memberimu wejangan serta petuah.
Posting Komentar